Hari Suci Kuningan, Melengkapi Peringatan Hari Suci Galungan.

Sdílet
Vložit
  • čas přidán 22. 01. 2023
  • Ajik Dewa menjelaskan betapa fleksibel dan universalnya ajaran Hindu, terlihat dari kehadiran umat dgn berbagai sikap dan perilaku namun tekun dan etis. Dijelaskannya bahwa secara fisik (sekala) dan metafisik (niskala), nilai bhakti yg terkandung dalam sesaji, menyelamatkan umat Hindu di manapun berada. Menurut ibu Sarati Banten yg menyiapkan sesaji, bahwa sesaji saat memperingati Hari Suci Galungan dan Kuningan tdk jauh berbeda, hanya ada tambahan tebog dan tentu saja ada “tamiang” sbg ciri khas Kuningan.
    Galungan juga memiliki latar belakang “purana” yg berbeda. Misalnya di seputaran Gunung Lawu, peringatan kemenangan dharma mengacu kepada mitos ketika Bima mengalahkan para raksasa saat membabat hutan utk mendirikan Kerajaan Indraprasta. Hari peringatannya tepat setiap Anggara Kasih Medangsia dan disebut Hari Suci Mondosio (selanjutnya disebut Mondosio). Mondosio sekaligus merupakan pujawali di Candi Cetho, yg sudah sejak lama menjadi tempat persembahyangan umat Hindu di seputar Gunung Lawu. Menurut informasi dari seorang sahabat, Mondosio juga diperingati di Keraton Solo. Yg unik, di masyarakat Hindu Tengger (referensinya Lontar Purwo Bumi Kamulan) dan umumnya di Jawa, dimasa lalu hanya diperingati Galungan saja tanpa Kuningan. Menurut Swargi Romo Adi Suripto dari Blitar, ketika Kediri menyerang Singasari, dan pasukan Kediri tiba di kawasan Gunung Kawi, sempat memperingati Galungan sebelum meneruskan perjalanan ke Singasari. Di Bali referensinya adalah kisah Mayadenawa, maka di India mungkin identik dengan Diwali. Festival cahaya yg memperingati kemenangan Rama terhadap Rahwana. Menariknya, lalu ada yg mirip dengan “ogoh-ogoh” (tiga raksasa yaitu Rahwana, Kumbakarna dan Sarpanaka), yg kemudian dipanah oleh dua ksatria berbusana ala Rama dan Laksamana, dan ogoh-ogoh itupun terbakar. Dalam konsep Dewata Nawasangga, warna kuning merupakan warna arah barat dengan penguasa niskalanya Mahadewa, lalu ada sesaji “prayascitta” yg disiapkan dengan janur kelapa gading, juga warna kuning. Kuningan juga bersamaan dgn Tumpek, yang menurut Ajik, Tumpek merupakan saat turunnya sabda Brahman agar manusia memelihara, merawat dan melestarikan ciptaanNya. Ada persepsi dari seorang pemerhati Hindu di Bali bahwa Kuningan juga bermakna “keuningan” yg berasal dari kata “uning” atau tahu, yg kemudian dimaknai sebagai momentum “pencerahan.” Persepsi lainnya, bahwa sehari setelah Galungan hingga Kuningan sebelum tengah hari, para leluhur turun dan ikut memperingati Galungan dan Kuningan selama sepuluh hari di rumah keturunannya. Jadi Galungan ternyata juga membuat leluhur ikut terlibat. Ini luar biasa. Lalu bagaimana Kuningan melengkapi peringatan Galungan? Saat Galungan kita memperingati kemenangan dharma dgn persiapan yg sudah dimulai sejak 25 hari sebelumnya, yaitu pd saat Tumpek Wariga. Jadi, sejak saat ini gaung Galungan sdh dimulai. Lalu ada rangkaian acara seperti Sugihan Bali (sugi artinya mencuci wajah) saat yg penting untuk penyucian diri (melukat), lalu ada Sugihan Jawa (membersihkan dan menyucikan tempat suci/Sanggah Mrajan atau Pura). Kemudian ada Penyajaan (keseriusan memperingati Galungan), dilanjutkan dengan Penampahan (memangkas sifat-sifat rajas dan tamas) dan akhirnya Galungan. Ada hal penting yg perlu dipahami bahwa sekecil apapun ritual Hindu akan berpengaruh terhadap Bhuana Agung dan Bhuana Alit. Demikian pula Galungan dan Kuningan. Keduanya sebagai hari suci, maka Galungan secara metafisik (niskala) akan memperkuat gelombang atau atmosfir bumi untuk menuju kedamaian dan energi Galungan akan membentur sikap dan perilaku adharma. Pengaruh Kuningan terhadap Jagat Alit adalah; Lima hari setelah Galungan disebut Pemacekan Agung. Maknanya, penegasan bahwa setelah memperingati Galungan, umat Hindu berkomitmen sepenuh jiwa raga untuk selalu menegakkan dan berjalan di jalur dharma. Dgn memperingati Galungan dan komitmen Pemacekan Agung, maka umat Hindu yg benar-benar bhakti mendapat dan mengalami peningkatan kualitas rohani dan spiritual. Dan tamiang yg artinya “tameng,” merupakan alat untuk bertahan dari serangan musuh, sebagai simbol pertahanan jiwa. Dgn demikian bolehlah dikatakan bahwa Kuningan merupakan kelengkapan dalam memperingati Galungan yg berdampak kepada peningkatan kualitas diri, dan memperkuat daya tahan terhadap serangan dari luar. Sesaji yg dipersembahkan merupakan budaya yg menyelamatkan dan jangan menganggap bahwa Kuningan lebih rendah nilai spiritnya dibandingkan dgn Galungan. Sehingga bisa dikatakan bahwa Galungan berdampak langsung kepada Bhuana Agung dan Kuningan berdampak langsung kepada Bhuana Alit. Galungan Memang pantas disebut Rainan Gumi karena gaungnya selama 60 hari sejak Tumpek Wariga hingga Buda Kliwon Pahang. Khusus Kuningan memang layak di Nusantarakan sebagai tradisi yg sangat bermanfaat.

Komentáře • 7

  • @gustiputu1491
    @gustiputu1491 Před rokem +1

    Om Swastyastu.Terima kasih utk pencerahan nya Dewa Ajik.

  • @nyomanadektrenggana4413
    @nyomanadektrenggana4413 Před 8 měsíci

    Di mana dharma ditegakkan di situ kedamaian dimunculkan. Semoga semua makhluk berbahagia. Rahayu3x sagung dumadi ❤❤❤

  • @maderusniati1067
    @maderusniati1067 Před rokem

    Matur suksama ajik dewa dumogi sami rahayu🙏

  • @Semesta_Luhung
    @Semesta_Luhung Před rokem +1

    Channel ini sangat edukatif, kadang sesama Semeton saja belum tentu benar-benar mengerti tatwa dari hari raya yang dirayakan.. intinya ikut saja, semangat untuk belajar jadi sedikit terbatas. Mohon ijin Ide, berbagi mantra-mantra hari raya bagi umat Hindu.. permisi seperti purnama tilem dan artinya, Anggara kasih, Kajeng Kliwon, Buda Kliwon... Matur nuwun Ide sebelumnya, sehat selalu.... Rahayu.

  • @DupaWangi-oz6mv
    @DupaWangi-oz6mv Před rokem +1

    Next time ji coba bahas makna2/simbul simbul banten/sarana persembahan kita
    Misalnya makna porosan, daksine, canang sari dll,
    Dari hal kecil kecil yg masih banyak pemuda belum /kurang faham.
    Sukseme ji, rahayu

  • @ketutwaradi420
    @ketutwaradi420 Před rokem +1

    Suksma pencerahannya Guru 🙏
    Di ds kami... sesaji nya dilengkapi dg nasi kuning yg dicampur dg kecambah kacang ijo yg baru mekar, daun kemangi, kecombrang, dg wadah yg disebut sulanggi beserta perlengkapannya. Wah... nikmat sekali... ☺🙏