Merajan, Pura Keluarga Umat Hindu Bali; Sehat, Makmur dan Sejahtera

Sdílet
Vložit
  • čas přidán 2. 12. 2022
  • Dewa K. Suratnaya
    Memang kelemahan terbesar umat Hindu adalah literasi keagamaan Hindu. Dampak lemahnya literasi antara lain lemah berargumentasi dengan umat lain, rendah diri, malu beragama Hindu, mudah di konversi, tidak loyal terhadap Hindu. Termasuk pemahaman terkait Pura Keluarga Hindu Bali yaitu Mrajan, khususnya di kalangan generasi muda.
    Begitu tinggi nilai-nilai kehidupan yang ada dalam warisan leluhur berupa Mrajan sering tidak dipahami sehingga ketika ada pertanyaan dari umat lain, kita terdiam.
    Tattwa Darsana Weda
    Penulis sendiri memahami keberadaan Mrajan di rumah penulis dengan pola pikir yang sangat sederhana, maaf, tanpa mereferensi kepada sumber sastra yang ada. Penulis melakukan ini karena sudah merasakan manfaat Mrajan sebagai Pura Keluarga, yang terkait dengan kesehatan, kemakmuran dan kesejahteraan. sehingga rasanya tidak perlu lagi mencari sumber-sumber sastranya. Yang penting penulis bisa menjelaskannya kepada anak cucu. Juga kepada para penanya, penulis menjelaskan secara logika dan analisa kritis. Ini yang pernah direkomendasi oleh Swargi Pedanda Putra Telaga pada tahun 1996 yaitu Tattwa Darsana Weda.
    Tiga Bangunan Utama
    Umumnya di sebuah Mrajan (juga di Mrajan penulis) terdapat tiga bangunan inti yaitu Kemulan (Rong Telu), Taksu dan Tugu. Dari renungan penulis, ketiga bangunan ini terkait dengan diri dan kehidupan manusia yang secara umum terdiri dari jiwatman, intelek dan badan fisik.
    Kemulan (Rong Telu)
    Tergambar dalam pikiran penulis bahwa Kemulan (Rong Telu) pastilah terkait dengan “mula” atau “asal” dan tentunya yang dimaksud adalah leluhur (kawitan). Kalau sudah menyebut kata “leluhur” tentu tidak lepas dari punarbhawa atau kelahiran dan tidak lepas juga dari kematian.
    Maka dalam pemahaman penulis, Kemulan (Rong Telu) tentu tidak lepas dari perjalanan jiwa yang lahir dan yang mati. Oleh karena itu tepat sekali kata “mrajan” kalau dipahami sebagai kata yang berasal dari kata “mrtyu” yaitu maut atau mati dan kata “jana” atau lahir. Maka Kemulan (Rong Telu) merupakan lintasan jiwa-jiwa yang lahir dan yang mati.
    Pelinggih Taksu
    Sejauh ini, kita sering hanya terpaku atau fokus kepada Kemulan (Rong Telu) dan tidak begitu memperhatikan Pelinggih Taksu. Dan sering juga muncul pertanyaan, siapa yang melinggih di Pelinggih Taksu. Padahal pelinggih ini sangat dibutuhkan dalam kehidupan ini. Apapun profesi kita, kalau mau sukses harus “metaksu.’ Kalau tidak “metaksu” profesi apapun itu akan lebih banyak gagalnya. Demikian yang diyakini oleh umat Hindu.
    Lalu siapa yang menjadikan pelinggih taksu sebagai wahana atau media untuk mendukung profesi keturunannya? Kembali, dalam renungan penulis yang melinggih tidak lain leluhur yang sudah menjadi istadewata atau Bhatara Hyang Guru. Taksu harus dipahami sebagai daya dukung leluhur yang sudah menjadi istadewata terhadap semua jenis profesi keturunannya dengan catatan keturunannya bhakti kepada leluhurmnya.
    Nyaman sekali sesungguhnya umat Hindu Bali yang sudah diwarisi konsep taksu oleh leluhurnya. Hanya saja, mungkin untuk mengkoneksi energi taksu ke dalam diri yang belum dipahami. Dan di Era Disrupsi yang serba tidak menentu ini, mutlak dibutuhkan daya dukung leluhur. Pelinggih Taksu bisa disimpulkan terkait dengan kecerdasan dan intelektualitas serta profesi.
    Bagi umat Hindu di luar Bali atau yang tidak memiliki Mrajan, bisa melakukan koneksitas taksu di sebuah Pura, dipandu oleh Pinandita.
    Pelinggih Tugu
    Pelinggih yang satu ini sangat sederhana namun justru sangat dibutuhkan karena terkait dengan kekuatan jasmani (fisik), kesehatan bahkan kesaktian termasuk “kanda pat.” Umumnya bagi yang paham, untuk para penekun beragam ilmu maka setelah usia sepuh, biasanya semua yang pernah dipelajari dan dipertimbangkan akan menyusahkan perjalanan jiwa akan melepaskan semuanya melalui Pelinggih Tugu ini. Sebuah pelinggih yang bermanfaat untuk melepaskan dan melebur ikatan-ikatan duniawi berupa ilmu-ilmu duniawi.
    Inilah tiga bangunan utama dalam sebuah Mrajan yang merupakan gambaran dari diri manusia itu sendiri. Kalau saja dipahami dan dikelola dengan tepat akan mengantarkan umat Hindu Bali menuju sehat, makmur dan sejahtera.

Komentáře • 22

  • @hadiutomo6400
    @hadiutomo6400 Před rokem

    🙏❤️👍🏻👍🏻❤️❤️

  • @komingcok6220
    @komingcok6220 Před 7 měsíci

    ❤❤❤Rahayu astungkara

  • @gedearmana5407
    @gedearmana5407 Před rokem +2

    Paparan yang logis praktis. Tattwa dan darsana tinggi tapi prakteknya sangat logis dan simple. Luar biasa.

  • @nyomansumertadana2750
    @nyomansumertadana2750 Před rokem +1

    Betul Jik, lebih Baik kita gunakan logika dlm meyakini suatu keyakinan, krn dg berlogika Kita Mampu mengejawantahkan sesuatu dg ilmiah, Rahayu

  • @ketutwaradi420
    @ketutwaradi420 Před rokem +1

    Suksma pencerahannya Ajik, rahayu🙏

  • @nengahsukardiyassa6278
    @nengahsukardiyassa6278 Před rokem +1

    Suksma pencerahannya tuaji

  • @irawanseptiaji65
    @irawanseptiaji65 Před rokem +1

    ijin pengetahuan ,,bhakti kpd leluhur d khidupan sehari2 🙏

    • @renungandharma7571
      @renungandharma7571  Před rokem +3

      Untuk Irawan Septiaji,
      Tentang Mrajan di Jawa, berikut adalah petunjuk Swargi Romo Adi Suripto dari Blitar.
      Di Jawa memang tidak dikenal Mrajan seperti di Bali, namun rumah Jawa sudah mencerminkan Tri Murti. Konon, idealnya rumah Jawa selalu menghadap ke Timur. Dan uniknya, umat Hindu Jawa dilarang buang air kecil (kencing - maaf) menghadap ke Timur.
      Ruang depan (ruang tamu) adalah Ruang Wisnu, Dapur adalah Ruang Brahma dan Sentong Tengah (Kamar Suci) adalah Ruang Siwa.
      Dari posisi rumah Jawa yang menggambarkan Tri Murti (Brahma - Ang, Wisnu - Ung dan Siwa - Mang) mewujudkan AUM atau OM. Menurut swargi, OM ini menjadi Omah dan kemudian menjadi RUMAH. Maka sebenarnya untuk di Jawa (untuk umat Hindu etnis Jawa) tidak harus ada model Mrajan seperti di Bali, tapi cukup ada Sentong Tengah (Kamar Suci). Di Sentong Tengah cukup ada meja altar untuk meletakkan persembahan. Persembahan harian berupa kopi, teh dan air putih dan dilengkapi dengan segelas air putih yang diisi bunga melati, kenanga dan mawar merah. Untuk leluhur khusus ada persembahan berupa kinangan lengkap dengan tembakau.
      Persembahan utamanya berupa sesaji Pisang Ayu (di meja altar) dan Tumpeng Panca Warna di lantai. Untuk Pisang Ayu sajikan pisang raja yang masih mentah, karena baru diganti saat Purnama atau Tilem.
      Pemujaannya berupa lantunan Puja Trisandhya dan Kramaning Sembah, yang diakhiri dengan doa harapan dengan bahasa sendiri.
      Selain perlunya Sentong Tengah, bagi umat Hindu Jawa, juga perlu ada bangunan di halaman rumah yang namanya Pedhanyangan Omah (PO). PO ini bisa hanya seonggok batu, bisa baturan setinggi puser atau bangunan utuh seperti Penunggun Karang di Bali. Yang penting adalah pedagingan/pependeman atau datu yang di tanam sebagai dasar PO. PO berfungsi sebagai penjaga kemakmuran selain sebagai penjaga keamanan.
      Perawatan harian PO hanya berupa air cucian beras (leri - Jawa) plus garam yang ditebar di sekitar PO. Untuk perawatan kliwonan, purnama, tilem serta hari-hari raya/suci Hindu, sesajinya kopi, teh dan air putih dilengkapi dengan kinangan dan rokok kretek yang dinyalakan. Doanya dengan bahasa sendiri.
      Semua bahasa doa harus diakhiri dengan angayubagya (rasa syukur) dan terima kasih serta mohon maaf atas segala kekurangan dan kelemahan.

    • @irawanseptiaji65
      @irawanseptiaji65 Před rokem +2

      @@renungandharma7571 🙏 maturnuwun admin utk pengetahuany 🙏

    • @DupaWangi-oz6mv
      @DupaWangi-oz6mv Před rokem +2

      @@renungandharma7571 kalau untuk orang bali yang merantau ngekos, apa cukup di plangkiran min??

    • @renungandharma7571
      @renungandharma7571  Před rokem

      Plangkiran cukup

  • @wayansubagia4736
    @wayansubagia4736 Před rokem +1

    MRAjAN merupakan pura keluarga di Bali

  • @irawanseptiaji65
    @irawanseptiaji65 Před rokem +1

    bgaimana dengan djawa,,ijin pengetahuany admin 🙏

  • @dewisnu9168
    @dewisnu9168 Před 6 měsíci

    Om Swastiastu,
    Izin bertanya, klo misalnya ada orang Minang murtad dan masuk hindu dan ingin bikin "Sanggah Merajan" di rumahnya, Apakah boleh "Sanggah Merajan" Nya berbentuk Miniatur Rumah Gadang/Miniatur rumah adat Minang? Mengingat agar beragama hindu sesuai dengan budaya setempat dan tidak balinisasi 🙏😇
    Mohon bimbingan nya 🙏🙏
    Terimakasih 🙏🙏

  • @mangkumisi9058
    @mangkumisi9058 Před rokem +1

    Kalo demikian, artinya tuhan bukan pencipta segalanya sama dg menduakan tuhan, kalo menurut sy yg lahir dari weda melalui perjalanan dangyang duwi jendra ke bali dapat wahyu, ya itu di keluarga padma sari di umum padma sana, adapun pura yg lain dari padma sana dan padma sari, itu adalah lahir dari ajaran tri murti yg di ciptakan oleh empu kuturan identik kesaktian ( catur sanak) bukan dari catur weda, nah di jaman modern seperti sekarang perlukah kekuatan kita di pamerkan, kalo menurut tstra dan semua ilmu kita bali hendaknya di rahasiakan tidak harus di pajangkan melalui bentuk pura yg beraneka ragam, pada giliranya nanti jika ketemu penjahat kita akan kalah, sebab sudah kita tarok di luar berujud pura tidak di dalam diri kita untuk menjaga kita

  • @masariani5247
    @masariani5247 Před rokem +1

    Om Swastiastu Jik, saya tinggal diluar Bali , apakah sama Tugu dengan penunggu karang ? Rahayu sami🙏

    • @renungandharma7571
      @renungandharma7571  Před rokem

      Mas Ariani; Tugu tdk sama dg Tugu. Tugu selalu adanya di dalam areal Mrajan. Penunggun Karang sda di luar Mrajan atau di halaman rumah, biasanya di halaman depan..

    • @m-dc5083
      @m-dc5083 Před rokem

      Tugu karang = penunggun karang ,posisinya di barat daya pekarangan rumah ,nama jro gede penunggu karang ,atau jg disebut "Bhatara amengku Bumi " jika di.dlm diri di ajaran kanda 4 dewa beliau disebut ,I Ratu made Jelawung melinggih ring daging ( isi ) pada manusia , pemurtian penados dewaning abian lan dewaning pekarangan rumah .

    • @dewisnu9168
      @dewisnu9168 Před 6 měsíci

      ​@@renungandharma7571: Om Swastiastu
      Jika dalam beragama Hindu mesti melestarikan semua adat-istiadat tradisional budaya hindu nusantara , ampure tyg membantah hal tsb, karena tidak semua adat istiadat budaya tradisi nusantara mesti dilestarikan bahkan ditinggalkan pun juga gpp, karena beragama Hindu belum tentu harus melestarikan adat-istiadat tradisi nusantara warisan leluhur dan beragama Hindu tidak harus terikat dan tidak harus berpatokan pada adat-istiadat tradisi budaya nusantara
      Mengapa?
      Misalnya orang Minangkabau, Melayu dan Aceh masuk Hindu, maka mereka tidak bisa beragamu Hindu dengan adat-istiadat tradisi budaya Melayu, Minangkabau dan aceh karena untuk menganut menjalankan adat-istiadat tradisi budaya Melayu, aceh dan Minangkabau harus beragama islam
      Karena menurut semboyan adat Aceh, Melayu, Minangkabau adalah
      "Adat Basandi Sharak, Sharak Basandi Kitabullah"
      Adat berdasarkan syariat, syariat berdasarkan kitab dari allah(Al-Qur'an)
      Sehingga jika ada orang Minangkabau, Melayu dan Aceh yg murtad ya mereka dibuang sepanjang adat dan tidak diakui lagi sebagai orang Aceh, Melayu dan Minangkabau dan tidak boleh menjalankan adat-istiadat budaya tradisi Aceh, Melayu dan Minangkabau karena sudah dikeluarkan dari adat
      Sehingga bila orang Minangkabau, Aceh dan Melayu masuk Hindu tidak mungkin mereka menjalani nya sambil menganut adat-istiadat tradisi budaya Minangkabau
      Sehingga itulah mengapa meninggalkan adat-istiadat tradisi budaya leluhur nusantara itu sebenarnya tidak masalah
      Karena orang Minangkabau, Melayu dan Aceh yg masuk Hindu mereka dikeluarkan dari adat dan terpaksa meninggalkan tradisi budaya warisan leluhurnya demi masuk Hindu
      Lalu klo mereka disuruh ikut budaya bali juga ga benar karena sama dengan mem-bali-kan orang lain
      Jika mereka ikut budaya india juga ga benar, karena meng-india-kan orang lain
      Lalu gimana donk?
      Ya beragama Hindu tanpa adat-istiadat-tradisi-budaya
      dan tidak masalah beragama Hindu tanpa adat-istiadat-tradisi-budaya seperti contohnya orang Minangkabau, Aceh dan Melayu yg masuk Hindu mereka tidak bisa beragama Hindu sambil menjalankan adat-istiadat-tradisi-budaya aceh Melayu dan Minangkabau karena sudah dibuang sepanjang adat dan tidak diakui keberadaan nya
      Sehingga jadinya kembali ke Hindu paling inti dan paling dasar yg sembahyang nya hanya dupem, palam, puspam, toyem saja untuk semua jenis ritual upacara yadnyaa

  • @iketuttomidarmika5313
    @iketuttomidarmika5313 Před rokem +1

    Mohon pencerahannya ajik tentang anglurah dan penyebutannya sbnarnya posisi nya ada dimana didlm merajan atau diluar merajan?sebab yg di dlm merajan sering di sebutkan dgn anglurah.suksma Rahayu 🙏

    • @renungandharma7571
      @renungandharma7571  Před rokem +1

      Anglurah di halaman rumah, bukan di dalam areal Mrajan. Penyebutannya Anglurah, Ratu Nyoman Pengadangan Sakti, Jro Gede Penunggun Karang. Fungsinya penjaga keamanan dan penjaga kemakmuran yg punya rumah. Perawatan harian, di seputarnya disiram air cucian beras (leri: Jawa, banyu: Bali) plus garam.
      Yg di dalam Mrajan sebutannya Dalem Gumi atau Tugu. Fungsinya, kekuatan badan fisik/jasmani/panca maha bhuta.
      Kalau org mati, kekuatan fisik, kesaktian, panca maha bhuta dikembalikan lewat Tugu, intelektualitas dikembalikan lewat Taksu dan jiwa berjalan lewat Rong Telu
      Org lahir, kekuatan fisik berasal dr Tugu, intelektualitas!/kecerdasan lewat Taksu dan jiwa turun melalui Rong Telu.
      Desain tubuh dan rohani manusia diwujudkan dlm bentuk pelinggih.
      Tugu dan Taksu kaitannya dg badan fisik dan Rong Telu, Rong Dua dan Surya kaitannya dg badan halus..
      Kalau di Pura, badan kasar kaitannya dg badan Anglurah, Padmasaña kaitannya dg badan halus.
      Semoga bermanfaat 🙏🏼

    • @iketuttomidarmika5313
      @iketuttomidarmika5313 Před rokem

      @@renungandharma7571 mohon penjelasannya juga mengenai perawatan harian di seputaran nya disiram air cucian beras dan garam itu sebagai apa tujuannya, kapan dilakukan,pd jam brp sebaiknya dan apakah pas pelaksanaan harus mengenai badan fisik tugu trs utk mantra/ doa2nya spt apa? suksma Rahayu 🙏