Video není dostupné.
Omlouváme se.

Bedhaya Pangkur

Sdílet
Vložit
  • čas přidán 1. 08. 2020
  • Pagelaran Tari Bedhaya Pangkur
    Waktu: Kamis, 28 Juni 2007, pk19:30WIB
    Tempat:Teater Arena, Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT) di Surakarta
    Jl. Ir.Sutami NO.57 Kentingan, Jebres, Surakarta 57126
    Tiket: Gratis / Terbuka untuk Umum
    Program:
    1, Gendhing Bonang / Gd.Babar Layar kt.4.kr. minggah 8, Pl.5
    ---sebagai pembuka acara
    2, Tari Bedhaya Pangkur (1jam1/4)
    Karya Tari PB IV&VIII Karaton Surakarta Hadiningrat
    Nara Sumber : Ibu Sri Sutjiati Djoko Soehardjo (alm)
    Produser: Michi Tomioka
    Kerjasama:
    Taman Budaya Jawa Tengah
    API Fellowship (the Nippon Foundation)
    Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (=LIPI)
    Institut Seni Indonesia (=ISI) Surakarta
    Penari:
    Ibu Rusini dosen ISI Surakarta
    Ibu Tantin Sri Marwanti staf ISI Surakarta
    Ibu Ninik Mulyani Sutrangi dosen ISI Surakarta
    Ibu Saryuni Padminingsih dosen ISI Surakarta
    Ibu Hadawiyah Endah Utami dosen ISI Surakarta
    Ibu Sri Setyoasih dosen ISI Surakarta
    Ibu Priyati Umiyatun pengajar SMKN8 Surakarta
    Ibu Indah Nuraini dosen ISI Yogyakarta
    Michi Tomioka
    Pengrawit:
    "Marsudi Renaning Manah (Marem)" dari kampung Kemlayan,Surakarta
    Konsep Pagelaran Tari oleh Michi Tomioka
    Pagelaran Tari ini dilakukan sebagai hasil penelitian oleh Michi Tomioka yang berjudul "Revaluing Javanese Court Dances (Srimpi and Bedhaya) in the Recent Social and Cultural Contexts" (= melihat kembali tari Keraton dalam konteks social dan budaya pada masa kini), atas hibah penelitian API Fellowship dari the Nippon Foundation dengan mitrakerja ISI Surakarta dan sponsor LIPI. Tema penelitian saya sesuai dengan tema besar yang diberikan API Fellowship, yaith; "Changing Identities and Their Social, Historical and
    Cultural Contexts"
    Tari Srimpi dan Bedhaya baru dikeluarkan dari tembok Keraton pada tahun 1970an, dalam proyek pemerintah PKJT (Pengembangan Kesenian Jawa Tengah), dan mengalami banyak perubahan dan inovasi sejak itu. Perubahan utama adalah (1) pemadatan, yaitu memperpendekkan durasi sajian tari sampai kira-kira 1/4, (2) irama cepat, dan (3) kekompakan dan kelampakan gerak, yaitu usaha menyatukan gerak dari setiap penari sampai detail. Muncul perubahan seperti ini tidak dipisahkan dari perubahan sosial dan budaya di Indonesia pada 1970an, ketika irama hidup mulai pesat dan konsep seni modern Barat dimasukkan.
    Namun demikian, saya ingin melihat kembali koreofrafi tari Keraton yang sebelum tahun 1970an, dan saya mengutamakan bahwa setiap penari menghayati wiletan masing-masing dengan tafsiran gerak sendiri-sendiri. Maka dari itu, gerakan setiap penari memang tidak begitu lampak dan rapi seperti sajian tari masa kini. Kita tidak menyatukan gerak dengan hitungan, tetapi dengan rasa irama.
    Selain itu, saya mencoba latihan bedhaya ini di tengah masyarakat / di luar tembok Keraton, Penari, pengrawit dan pengeprak untuk malam ini tidak dari Keraton. Banyak penari adalah murid nara sumber untuk malam ini dan / atau aktif menari dalam proyek PKJT. Pengrawit terdiri dari bapak-bapak seniman alam di kampung Kemlayan, dan beberapa dosen dan mahasiswa ISI Surakarta.
    Nara sumber: Ibu Sri Sutjiati Djoko Soehardjo (alm) adalah mantan pengajar di SMKI Surakarta dan memasukkan materi Bedhaya Pangkur ke dalam kurikulm SMKI Surakarta. Di SMKI Surakarta materi ini telah diajarkan tanpa pemadatan seperti sajian malam ini, tetapi sudah dipadatkan oleh beliau sendiri.
    Semoga pagelaran tari ini bermanfaat sebagai salah satu referensi tari gaya Surakarta.

Komentáře •