Menghadirkan dan Mengikhlaskan Niat Dalam Amal Ibadah - Ustadz Adi Hidayat, Lc, MA

Sdílet
Vložit
  • čas přidán 22. 03. 2017
  • 'Sesungguhnya segala amalan itu tidak lain tergantung pada niat.'
    Imam An-Nawawi berkata, 'Jumhur ulama berkata, 'Menurut ahli bahasa, ahli ushul dan yang lain lafadz إِنَّمَا digunakan untuk membatasi, yaitu menetapkan sesuatu yang disebutkan dan menafikan selainnya. Jadi, makna hadits di atas adalah bahwa amalan seseorang akan dihisab (diperhitungkan) berdasarkan niatnya; dan suatu amalan tidak akan dihisab bila tidak disertai niat.' (Kitab Syarah Shahih Muslim XIII/47).
    Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, 'Lafadz النِّيَّةُ dalam bahasa Arab sejenis dengan lafadz القَصْدُ (maksud), الإِرَادَةُ (keinginan) dan semisalnya.' Niat dapat mengungkapkan jenis keinginan, dan dapat pula mengungkapkan yang diinginkan itu sendiri.' (Kitab Majmu' Al-Fatawa XVIII/251) .
    Ibnu Rajab berkata, 'Niat menurut para ulama mengandung dua maksud, yaitu:
    Pertama, sebagai pembeda antara satu ibadah dengan yang lain, seperti membedakan antara shalat zhuhur dengan shalat ashar, puasa Ramadan dengan puasa yang lain; atau pembeda antara ibadah dengan adat kebiasaan, seperti membedakan antara mandi junub (mandi wajib) dengan mandi untuk sekedar mendinginkan atau membersihkan badan atau yang semisalnya. Niat semacam ini banyak dibicarakan oleh para ahli fikih dalam kitab-kitab mereka.
    Kedua, untuk membedakan tujuan dalam beramal, apakah yang dituju adalah Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya atau semata-mata hanya untuk selain-Nya, atau untuk Allah tapi juga untuk selain-Nya. Niat semacam ini dibicarakan oleh para ulama dalam kitab-kitab mereka ketika membicarakan masalah ikhlas dan apa-apa yang berkaitan dengannya. Para ulama salaf juga banyak membicarakan masalah ini.' (Kitab Jami' Al 'Ulum Wa Al Hikam I/28-29).
    وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
    'Dan sesungguhnya tiap-tiap orang tidak lain (akan memperoleh balasan dari) apa yang diniatkannya).'
    Ibnu Rajab berkata, 'Perkataan ini menerangkan bahwa seseorang tidak akan mendapatkan hasil dari amalannya melainkan apa yang telah diniatkannya; jika dia meniatkan untuk kebaikan niscaya akan memperoleh kebaikan, dan jika meniatkan untuk kejelekan niscaya akan memperoleh kejelekan pula. Dan kalimat ini bukan semata-mata pengulangan dari kalimat pertama, (yakni innamal a'maalu binniyat), karena kalimat pertama menunjukkan bahwa baik dan buruknya amalan tergantung pada niat yang melakukannya, sedangkan kalimat kedua menunjukkan bahwa pelakunya mendapat pahala amalan kalau niatnya baik dan akan mendapatkan siksa kalau niatnya jelek. Niat bisa saja dalam hal yang mubah di mana amalannya pun mubah sehingga seseorang tidak memperoleh pahala maupun siksa. Jadi, amalan seseorang dianggap baik, buruk, atau mubah tergantung pada niatnya; apakah baik, jelek, atau mubah.' (Jami'ul 'Ulum wal Hikam 1/27-28).
    Syaikh Ibnu 'Utsaimin berkata, 'Para ulama berbeda pendapat tentang dua kalimat ini (yakni innamal a'maalu binniyat dan wa innamaa likullimri-in maa nawaa). Sebagian ulama mengatakan bahwa kedua kalimat ini memiliki satu makna, dan kalimat kedua hanya merupakan penegas bagi kalimat pertama saja. Pendapat ini tidak benar, karena kalimat kedua juga merupakan pokok pembicaraan tersendiri, bukan hanya sebagai penegas. Apabila kita perhatikan secara seksama dua kalimat tersebut akan nampak bahwa keduanya mempunyai perbedaan yang jelas, yaitu: kalimat pertama berbicara tentang sebab, sedangkan kalimat kedua berbicara tentang hasil.' (Syarah Riyadhus Shalihin 1/12).
    فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيِهِ
    'Barangsiapa hijrahnya menuju (keridhaan) Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya itu ke arah (keridhaan) Allah dan rasul-Nya. Barangsiapa hijrahnya karena (harta atau kemegahan) dunia yang dia harapkan, atau karena seorang wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya itu ke arah yang ditujunya.'
    Imam An-Nawawi berkata, 'Maksudnya ialah, barangsiapa tujuan hijrahnya mengharap wajah Allah 'Azza wa Jalla, maka dia akan mendapatkan pahala dari Allah 'Azza wa Jalla; barangsiapa tujuan hirahnya untuk mencari hal-hal yang sifatnya keduniaan atau untuk menikahi seorang wanita maka itulah yang akan ia peroleh dan tidak ada bagian baginya di akhirat karena hijrahnya itu. Kata hijrah arti asalnya ialah meninggalkan. Yang dimaksud dalam hadits di atas adalah meninggalkan negeri.' (Syarah Shahih Muslim 13/47-48).

Komentáře • 11

  • @rifkirifki9487
    @rifkirifki9487 Před 4 lety +18

    Semoga saya dan keluarga saya bisa belajar langsung sama ustadz adi hidayat,
    Saya ingin menjadi keluarga penghafal alqur'an..

  • @gusniarberutu524
    @gusniarberutu524 Před 4 lety +5

    Ingin dekat dengan Allah. Kitalah yang perlu Allah. Kitalah yang perlu sama Allah❤️❤️❤️

  • @arturbrebet256
    @arturbrebet256 Před 3 lety

    Jazakallah ustadz

  • @anhaputrisolo1697
    @anhaputrisolo1697 Před 4 lety

    Maasya Allah

  • @ahnanmahfudz0492
    @ahnanmahfudz0492 Před 3 lety

    Masya Allah 😭

  • @tsaqifnaufal529
    @tsaqifnaufal529 Před 4 lety

    Alhamdulilah saya bisa amlakandengan baik

  • @izaazn3829
    @izaazn3829 Před 4 lety +4

    Siapo yang kesini lantak nak gaweke tugas

  • @klorakauna996
    @klorakauna996 Před 3 lety +1

    Saya izin bertanya, saat saya baca alquran ada ibu tiba2 datang lalu saya benarkan dan lancarkan baguskan agar ibu saya senang. Ini termasuk riya apa bukan. Terima kasih

    • @Ryu-fk6ci
      @Ryu-fk6ci Před 3 lety +1

      bantu jawab, tergantung niatnya, insya Allah bukan riya jika niatnya bukan untuk diliat/dipuji orang lain