Asal Usul Bhatari Melanting dan Desa Pulaki

Sdílet
Vložit
  • čas přidán 17. 08. 2022
  • Kanal Bali Jani ~ Menyinggung asal-usul Bhatari Melanting dan Desa Pulaki, tentu tidak bisa lepas dari kisah perjalanan Danghyang Nirartha dari Jawa ke Bali. Disebutkan beliau menyeberangi Selat Bali dengan mempergunakan alat berupa labu pahit bekas kele kepunyaan penduduk Desa Majaya. Beliau mempergunakan tangan dan kakinya untuk mendayung. Sedangkan anak istrinya menyeberang memakai sebuah jukung dalam keadaan bocor yang disumbat dengan daun labu pahit.
    Danghyang Nirartha yang memiliki intuisi tajam dan hati suci dapat memahami, bahwa beliau dan keluarganya berhasil menyeberang ke Bali dengan selamat karena wara nugraha Hyang Widhi Wasa yang telah memberikan bantuan berupa labu pahit.
    Oleh karena itu beliau bersumpah, bahwa seumur hidup beliau dan keturunannya kelak tidak akan mengganggu hidup labu pahit, apalagi memakannya. Danghyang Nirartha yang lebih dulu sampai, menantikan anak istrinya sambil berteduh di bawah pohon ancak yang disaksikan oleh beberapa orang penggembala sapi. Kelak di tempat itu dibangun sebuah pelinggih atau bangunan suci yang diberi nama Pura Purancak, untuk mengenang beliau yang pernah berteduh di bawah pohon ancak.
    Sesudah anak dan istrinya tiba, atas petunjuk para penggembala sapi, Danghyang Nirartha besama anak istrinya meneruskan perjalanan menuju arah timur melalui jalan setapak di tengah hutan. Pada saat beliau ragu-ragu melangkah, tiba-tiba muncul seekor kera yang berjalan mendahului beliau seakan-akan memberi petunjuk jalan mana yang harus dilalui.
    Karena merasa ditolong beliau pun bersumpah, bahwa beliau dan keturunannya tidak akan mengganggu dan menyakiti kera dengan dalih apa pun, termasuk mengikat kera untuk dipelihara.
    Dalam perjalanan selanjutnya beliau bertemu dengan seekor naga besar yang mulutnya menganga. Naga itu tampak begitu mengerikan sehingga anak istrinya ketakutan. Tetapi Danghyang Nirartha mengadapi naga itu dengan tenang dan bahkan masuk ke dalam mulutnya.
    Di dalam perut naga itu Danghyang Nirartha menjumpai sebuah telaga di mana terdapat bunga teratai tiga warna, yang di sisi timur berwarna putih, di sisi selatan berwarna merah dan di sisi utara berwarna hitam.
    Danghyang Nirartha lalu memetik ketiga kuntum bunga teratai itu; yang merah disunting di telinga kanan, yang hitam di telinga kiri dan yang putih dipegang tangan beliau. Setelah itu beliau keluar sambil mengucapkan mantra Ayu Wredhi dan naga itu tiba-tiba lenyap tanpa bekas.
    Anehnya, di mata anak istrinya Danghyang Nirartha tampak berwarna merah dan hitam, kemudian berubah jadi kuning keemasan. Keadaan itu membuat anak istrinya semakin takut lalu lari tunggang langgang masuk ke dalam hutan.
    Danghyang Nirartha heran mendapati anak istrinya pada menghilang. Dengan perasaan cemas beliau lalu menyusul masuk ke dalam hutan sementara hari mulai gelap. Akhirnya beliau berhasil menemukan istrinya sedang duduk kelelahan.
    Setelah kondisi istrinya pulih, Danghyang Niratha lalu mengajaknya mencari putra-putri mereka sambil memanggil-manggil dalam gelapnya hutan. Setelah semalaman, akhirnya mereka berhasil ditemukan kecuali Ida Ayu Swabhawa.
    Baru keesokan harinya Ida Ayu Swabhawa berhasil ditemukan sendirian di tengah hutan. Ia tampak lunglai dengan wajah pucat. Menjawab pertanyaan ayahnya, Ida Ayu Swabhawa menjelaskan bahwa ia lari karena takut melihat wajah ayahnya yang berubah-ubah. Setelah itu ia tampak ragu melanjutkan kata-katanya.
    Setelah lama terdiam, akhirnya ia mengatakan bahwa ia merasa malu hidup sebagai manusia karena sudah tercemar. Rupanya ia sempat diperlakukan tidak senonoh oleh penduduk setempat.
    Ia mohon dikasihani dan minta kepada ayahnya supaya diberikan ajaran yang dapat menghapus cemar pada dirinya. Ia ingin mendapat tempat layak kelak dan tidak lagi menjadi manusia biasa, lepas dari ikatan duniawi.
    Mendengar kata-kata anaknya, Danghyang Nirartha merasa sangat terharu sekaligus marah terhadap orang-orang desa yang telah menodai anaknya. Beliau lalu memberikan ajian ilmu rahasia keparamarthan yang dapat melenyapkan cemar dan dosa.
    Setelah menerima ajian itu, Ida Ayu Swabhawa langsung lenyap dan dikatakan berhasil mencapai alam dewa dan disebut Bhatari atau Dewi Melanting, berparhyangan di Pura Dalem Melanting yang dipuja oleh orang-orang di sana. Adapun orang-orang desa yang telah menodai Ida Ayu Swabhawa dikutuk menjadi orang-orang yang tidak tampak alias wong gamang di Desa Pegametan.

Komentáře • 9

  • @dewaalit3098
    @dewaalit3098 Před rokem

    Teruslah berkarya sebagai informasi kepada masyarakat

  • @deddythomas3231
    @deddythomas3231 Před rokem

    Selamat Sore Nyimak Bli Salam Rahayu

  • @ketoetastawa3509
    @ketoetastawa3509 Před rokem

    Visual nya bukan lokasi pura Melanting, atau Pulaki...😇😇

  • @luhsudarmiati9652
    @luhsudarmiati9652 Před rokem

    Seharusnya videonya jgn jln di sorot.. Seharusnya apa yg jd konteks kontenya ya idu jd video... Jd masyarkat faham.. Mana pure melanting. Mana pure2 yg lain. Makasi hy saran aja .. Lo spt diatas videonya pusing pala