MAKNA TAPAK DARA

Sdílet
Vložit
  • čas přidán 11. 09. 2024
  • • MAKNA TAPAK DARA
    MAKNA TAPAK DARA
    #MaknaTapakDara
    #SimbolDalamHindu
    #TapakDaraSimbolKeseimbangan
    Dalam memahami agama Hindu seharusnya kita berpegang pada tiga kerangka agama Hindu, yaitu tattwa, susila, dan upacara. Ketiganya merupakan komponen yang saling terkait dan menjadi kesatuan. Ketiganya saling menguatkan bukan saling dipertentangkan. Dalam perspektif lain, agama Hindu juga dapat dipahami dengan kerangka lainnya, misalnya dengan konsep Mantra, Yantra, dan Tantra. Mantra adalah kekuatan kata-kata suci yang dilantunkan untuk mendapatan energi suci alam semesta dan Tuhan atau disebut energi kosmik. Yantra adalah simbol nyasa dan yang ketiga adalah Tantra yaitu mengolah atau menggunakan kekuatan sakti dalam tubuh untuk melaksanakan pemujaan kepada Ida Hyang Widhi. Berbicara tentang Yantra, tentu Hindu kaya dengan Yantra, simbol-simbol yang mengandung makna dalam dan tersembunyi. Salah satu di antara sekian banyak Yantra Hindu atau simbol-simbol Hindu adalah Tapak Dara. Tapak Dara adalah Yantra, sebuah nyasa yang memiliki makna. Lalu apa makna dibalik simbol (nyasa) dari perpadua antara garis vertikal dengan garis horizontal? Tapak Dara juga sering disebut dengan istilah “jejak kaki burung” adalah sebuah simbol sederhana dari swastika yang bentuk tanda tambah atau perpaduan antara garis vertikal dengan garis horizontal. Tapak Dara biasanya ditulis dengan kapur mentah atau limestone. Tapak dara biasanya digambar atau digoreskan pada depan pintu keluar masuk, bangunan, dan tempat dimana diangap dapat memberi pengaruh 'proteksi' terhadap penghuni rumah. Tapak Dara acapkali dibuat dan atau digoreskan pada pada tempat-tempat penting saat situasi dianggap krisis atau genting (gering, sasab pada hewan, dan merana pada tumbuh-tumbuhan). Dalam banyak kasus, pada sasih (perhitungan bulan Bali) tertentu, sebelum wabah muncul, di depan pintu rumah dipolesi tapak dara dilengkapi dengan pandan berduri. disertai juga denga benang tridatu, merah, putih dan hitam. Ini adalah smbol penyatuan dualitas kehidupan atau rwa bhineda. Khususnya alam parahyangan, pawongan dan palemahan. Inilah sebagai simbol keselaran, keserasian dan keseimbanga. Tapak Dara juga sering digunakan untuk menghilangkan wabah yang disebut dengan gering, sasab, dan merana yang diyakini puncaknya terjadi pada Sasih Keenem. Gering adalah wabah yang menimpa manusia. Sasab adalah penyakit yang menimpa ternak. Merana adalah wabah yang menimpa tumbuh-tumbuhan. Sehingga ada istilah ritul nangluk merana. Ada juga penempatan tapak dara pada tetimpug (alat kelengkapan upacara butha yadnya - mecaru) serta tempat-tempat lainnya yang dianggap penting. Tapak dara juga seringkali digunakan pada praktik usada, dengan menggoreskan simbol tapak dara pada bagian tubuh orang yang sakit disertai dengan doa dan mantra. Dalam ayurveda, tapak dara juga dikenal dengan istilah satiya. Dalam pengobatan tradisional Bali, biasanya tapak dara dibuat dari pamor atau kapur sirih, yang digoreskan pada bagian tubuh yang terasa sakit. Tujuannya adalah untuk memperoleh kesembuhan dan dikembalikan keseimbangan fungsi tubuh sebagaimana mestinya. Untuk kasus tertentu, tapak dara digoreskan pada telapak tangan atau kaki pasien, teristimewa pada bayu dan anak-anak. Tapak Dara juga acapkali digoreskan pada ibu yang sedang menyusui digorekan pada susu ibu dan di kening sang bayi. Tapak dara juga digoreskan pada sela-sela dahi seseorang yang terkejut karena sesuatu hal. Maksudnya tentu agar sembuh dan Kembali mendapatkan keseimbangan batin. Tapak Dara memiliki hubungan erat dengan swastika (lambing agama Hindu). Jika tapak dara diputar ke kanan, maka akan membentuk jalannya matahari. Matahari di Bali disebut sebagai Sang Hyang Siwa Raditya. Secara vertikal, ke atas sebagai lambang untuk berbakti kepada Tuhan, ke bawah wujud kasih sayang pada semua makhluk hidup (sarwa prani). Sedangkan silang yang horizontal berarti, wujud pengabdian yang bersifat timbal balik kepada sesama umat manusia. Tapak Dara yang dalam simbol modre (+) selanjutnya disebutkan perkembangannya menjadi simbol Swastika yang merupakan dasar kekuatan dan kesejahteraan Bhuana Agung (Makrokosmos) dan Bhuana Alit (Mikrokosmos). Menjadi cerminan Sang Hyang Rwa Bineda, sehingga kelihatan ada siang ada malam, ada laki-laki ada perempuan, baik dan buruk. Dalam ajaran Hindu alam beserta isinya ini berproses dalam tiga tahap yaitu Srsti, keadaan alam baru dalam proses tercipta, Swastika, proses alam dalam keadaan stabil serba seimbang. Pralaya, proses yang alami menjadi kembali pralina menuju sumbernya yaitu kepada Sang Pencipta.
    Bagaimana penjelasan selanjutnya, silahkan simak sesuluh Yudha Triguna melalui Yudha Triguna Channel pada CZcams, juga pada Dharma wacana agama Hindu.
    Untuk mendapatkan video-video terbaru silahkan Subscribe
    www.youtube.co...
    Facebook: yudhatriguna
    Instagram: / yudhatrigunachannel
    Website: www.yudhatrigu...

Komentáře • 122