BALINESE DANCE "LEGONG KRATON LASEM"

Sdílet
Vložit
  • čas přidán 9. 02. 2021
  • Legong merupakan sekelompok tarian klasik Bali yang memiliki pembendaharaan gerak yang sangat kompleks yang terikat dengan struktur tabuh pengiring yang konon merupakan pengaruh dari gambuh. Kata Legong berasal dari kata "leg" yang artinya gerak tari yang luwes atau lentur dan "gong" yang artinya gamelan. "Legong" dengan demikian mengandung arti gerak tari yang terikat (terutama aksentuasinya) oleh gamelan yang mengiringinya. Gamelan yang dipakai mengiringi tari legong dinamakan Gamelan Semar Pagulingan.
    Legong dikembangkan di keraton-keraton Bali pada abad ke-19 paruh kedua.[1] Konon idenya diawali dari seorang pangeran dari Sukawati yang dalam keadaan sakit keras bermimpi melihat dua gadis menari dengan lemah gemulai diiringi oleh gamelan yang indah. Ketika sang pangeran pulih dari sakitnya, mimpinya itu dituangkan dalam repertoar tarian dengan gamelan lengkap.[2]
    Sesuai dengan awal mulanya, penari legong yang baku adalah dua orang gadis yang belum mendapat menstruasi, ditarikan di bawah sinar bulan purnama di halaman keraton. Kedua penari ini, disebut legong, selalu dilengkapi dengan kipas sebagai alat bantu. Pada beberapa tari legong terdapat seorang penari tambahan, disebut condong, yang tidak dilengkapi dengan kipas.
    Struktur tarinya pada umumnya terdiri dari papeson, pangawak, pengecet, dan pakaad.
    Dalam perkembangan zaman, legong sempat kehilangan popularitas di awal abad ke-20 oleh maraknya bentuk tari kebyar dari bagian utara Bali. Usaha-usaha revitalisasi baru dimulai sejak akhir tahun 1960-an, dengan menggali kembali dokumen lama untuk rekonstruksi.
    Legong is a group of classical Balinese dances that have a very complex vocabulary of movements tied to the accompanying percussion structure which is said to be the influence of gambuh. The word Legong comes from the word "leg" which means a flexible or flexible dance movement and "gong" which means gamelan. "Legong" thus implies a dance movement that is bound (especially accented) by the accompanying gamelan. The gamelan used to accompany the legong dance is called Gamelan Semar Pagulingan.
    Legong was developed in the Balinese palaces in the second half of the 19th century1] It is said that the idea began with a prince from Sukawati who was in a state of serious illness dreaming of seeing two girls dancing gracefully to the accompaniment of a beautiful gamelan. when the prince recovered from his illness, his dream was translated into a full gamelan dance repertoire. [2]
    In accordance with the beginning, the standard legong dancers are two girls who have not had their period, danced under the full moon light in the palace yard. the two dancers, called legong, are always equipped with a fan as a tool. In some legong dances there is an additional dancer, called condong, who is not equipped with a fan.
    the dance structure generally consists of papeson, pangawak, penyet, and pakaad.
    In the development of the times, legong lost its popularity in the early 20th century by the rise of kebyar dance forms from the northern part of Bali. New revitalization efforts began in the late 1960s, by digging back old documents for reconstruction.
  • Zábava

Komentáře • 30