UPACARA NILA PATI

Sdílet
Vložit
  • čas přidán 18. 06. 2023
  • MINGGU 18 Juni 2023
    UPACARA NILA PATI
    luhur untuk mendapatkan tempat yang wajar di alam sana, karena itu masih diperlukan upacara Nilapati untuk menyucikan para leluhur yang masih ternoda yang diakibatkan oleh beberapa dosa besar selama hidupnya, di antaranya pernah menghukum orang tak bersalah atau membunuh orang sadhu darma. Selain itu, dosa yang disebabkan oleh tindakan menyuruh atau pernah disuruh merusak menciderai orang lain yang tak bersalah yang menyebabkan kematian orang lain. Pelaku perbuatan itu akan mencapai neraka dan keturunannya tertimpa sengsara. Juga dosa yang diakibatkan leluhur yang meninggal tak wajar, seperti salah pati dan ulah pati, dapat hukuman mati dan sebagainya yang menjadikan sang pitara tidak mendapat tempat yang benar.
    Sarasehan yang diikuti ratusaPemangku, Pinandita daMahagotra lainnya juga menghadirkan dua pembicara lain, yaitu Ida Paara Pandita Mpu Siwa Putra dalam kesempatan tersebut menyatakan, bahwa upacara Nilapati merupakan bagian dari upacara Pitra Yadnya, sehingga perlu dibahas lebih matang untuk dapat menjawab beberapa hal prinsipiil, seperti, apakah dasar rujukan sastra dari upacara Nilapati, bisakah upacara ini dipraktikkanl untuk mencapai tujuan manusia, yaitu moksartham jagadhita ya ca iti dharma, kemudian muncul juga pertanyaan penting, apakah dengan upacara ini dosa para leluhur dapat dihapuskan, dan beberapa pertanyaan penting lainnya. Karena itu, upacara Nilapati sebagai wujud sujud bhakti para pratisentana kepada para leluhur, perlu mendapat perhatian lebih serius, sehingga ke depan menjadi lebih jelas dipahami oleh umat, khususnya warga Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi.
    Istilah Upacara Nilapati merupakan hal yang baru dipopulerkan, wajar jika kemudian mengundang banyak pertanyaan dari masyarakat mengenai upacara ini. Ida Mpu Jaya Acharyananda dalam kesempatan tersebut menguraikan, bahwa dalam lontar Lebur Sangsa ditemukan istilah Nilapati, sementara dalam lontar Lebur Gangsa disebut dengan istilah Halapati. Tutur Lebur Gangsa versi lain menyebutnya dengan istilah ilapati. Walaupun memiliki istilah yang berbeda, namun jika dicermati secara seksama akan dijumpai substansi yang sama, yakni pamarisudha atau panyudhamala melalui Nawur Danda Kalepasan.
    Selain melalui jalan Karma, noda kelahiran ini juga dapat dibersihkan melalui jnana atau ilmu pengetahuan absolut (para widya). Melalui pengetahuan sejati ini manusia diharapkan mampu membedakan mana yang absolut dan mana yang relatif (maya). Melalui pengetahuan manusia diharapkan memperoleh pencerahan (enlightenment) sehingga tidak terjebak dalam perangkap kuasa maya. Hal ini disebutkan dalam Bhagavadgita IV sloka 36: Api ced asi papebhyah, sarwebhyah papakritawah, sarwam jana plawenai’wa, wijinam samtarisyasi. Artinya, walau seadainya engkau paling berdosa, di antara manusia yang memikul dosa, dengan perahu ilmu pengetahuan ini, lautan dosa engkau seberangi
    Selain itu, meskipun lontar Lebur Sangsa dan Lebur Gangsa merekomendasikan suatu upacara Nilapati untuk menghapuskan dosa-dosa akibat kelahiran, maka juga dianjurkan pentingnya menjunjung moralitas yang baik untuk mencapai keselamatan. Di antaranya disebutkan: “Jika kamu mengharapkan kelahiran yang selamat, berbuatlah yang benar, dengan kebajikan lanjut sampai pada puncak pikiran yang suci. Hati yang sabar, penampilan dan tingkah laku mulia selalu menjadi pegangan. Jangan kamu bersikap tidak hati-hati. Utamakan segala perbuatan atau tingkah laku yang menyebabkan hidup menjadi selamat, karena akan mengalami kesulitan besar apabila dilandasi oleh suatu yang tidak baik. Selalu memiliki kecenderungan seperti keadaannya semula. Ibaratnya sebutir biji jawa yang dibelah menjadi seratus. Ditenggelamkan di tengah lautan, begitu sulitnya menjadi utuh kembali. Demikianlah dialami oleh orang yang berdosa, selalu menimbulkan kejahatan dilekati oleh dosa akibat kematian yang ternoda. Sulit untuk kembali menjadi bijaksana, jika tidak atas restu Tuhan untuk menjadi sempurna kembali.
    Sesuai dengan pengantar yang disampaikan oleh Ida Pandita Jaya Acharyananda, bahwa dalam praktik beragama ada jalan Niwrthi (jalan ke dalam batin) dan jalan Prawrthi (melalui upaya eksternal). Upacara atau ritual adalah wujud praktik Prawrthi yang tentunya hal itu bersifat pilihan, yaitu umat Hindu di dalam meningkatkan kualitas rohaninya dapat menempuh jalan Niwrthi maupun Prawrthi. Demikian juga sifat Niwrthi dan Prawrthi ini difasilitasi lewat empat jalan (Catur Marga). Dengan demikian upacara bukanlah sebuah kemutlakan di dalam menapaki spiritual.
    pengusung upacara itu. Dan tak kalah pentingnya, bahwa upacara apa pun haruslah berdasarkan tulus ikhlas lascaraya (bhakti) yang dilandasi logika, artinya berupacaralah sesuai kemampuan, sehingga tidak ada acara baris berbaris atas nama upacara, yaitu “adep kiri” dan “adep kanan” yang mana praktik seperti ini hanyalah akan mendatangkan kesengsaraan.

Komentáře •