“Slametan” Umat Hindu Jawa Hingga Nyewu, Penyucian Raga dan Jiwa Menuju Pedharman Sunya

Sdílet
Vložit
  • čas přidán 17. 11. 2022
  • Rg Weda X.15.14 menyiratkan bahwa perihal kematian ada dua cara penanganannya, yaitu Agni Dagdha (dibakar) dan Anagni Dagdha (dikubur). Tidak ada penjelasan yang mana yang lebih baik, dibakar atau dikubur. Artinya, teknis pelaksanaannya disesuaikan dengan budaya setempat.Terkait kematian, leluhur Jawa mewariskan budaya mengubur, tidak membakar. Paling tidak inilah yang terjadi di masyarakat bawah. Dan ini tidak boleh dilarang. Memang di masa lalu, ada yang dibakar, namun terbatas hanya untuk raja-raja. Sebagai kelanjutan budaya mengubur, leluhur Jawa juga mewariskan ritual kelanjutannya yang disebut “slametan.” Dan slametan ini umumnya dilakukan setelah hari ketiga dikubur, ketujuh, keempat puluh, ke seratus, satu tahun, dua tahun dan tiga tahun atau Nyewu. Harus dibedakan antara “slametan” dengan kegiatan Pitra Puja yang dilakukan belakangan ini dan hanya beberapa hari.
    Ritual “slametan” hingga tiga tahun ini sangat jarang ditelusuri secara metafisik (niskala), sehingga banyak dilupakan. Umumnya, umat Hindu Jawa lebih banyak “melihat” kepada prosesi penanganan kematian model Bali, yaitu “ngaben.” Masalahnya, apakah model pengabenan Bali bisa sepenuhnya mengena untuk dilaksanakan di masyarakat Hindu Jawa? Lalu, bagaimana halnya dengan “slametan” yang sudah berabad-abad dilakukan secara turun temurun di Jawa? Apakah sang jiwa tidak bisa menuju kesempurnaan? Kalau demikian untuk apa “slametan” kalau hanya merupakan kegiatan sia-sia?
    Inilah yang penulis telusuri dan menjadi ganjalan dalam hati. karena penulis yakin bahwa “slametan” tidak mungkin sesuatu yang sia-sia. Pasti ada tujuannya dengan perjalanan jiwa, dan sangat bermanfaat.Setelah diskusi dengan seorang sesepuh umat Hindu Jawa, juga seorang penekun spiritual alami, yang tidak mau disebutkan namanya, misteri “slametan” terungkap jelas. Itupun terungkapnya setelah berkali-kali penulis memprakarsai dan ikut terlibat dalam Ritual Entas-Entas. Berikut adalah simpulan dari diskusi selama berjam-jam.
    Penyucian Raga dan Jiwa
    “Slametan” yang umumnya diawali pada hari ketiga (angayubagya dan terima kasih kepada Hyang Widhi, leluhur pria dan leluhur wanita). Hari ketujuh, penyucian tujuh elemen utama (bulu, kulit, urat, darah, daging, tulang, sumsum). Hari keempat puluh khusus penyucian darah sebagai tempat terakumulasinya karma buruk. Dalam Bisma Parwa, Resi Bisma belum mau mati sebelum darahnya kering, karena selama mengabdi di Kaurawa, karma buruknya mengendap dalam darah. Hari keseratus, penyucian ruas tulang yang kecil-kecil. Tahun pertama (mendak pisan), penyucian tulang-tulang yang besar (balung). Tahun kedua (mendak pindo), penyucian seluruh tubuh. Dan tahun ketiga (Nyewu) sang jiwa sudah siap punarbhawa dan menjadi taksu (daya dukung) bagi keturunannya. Lalu apa yang terjadi terhadap sang jiwa? Simak yang berikut ini.
    Rumah Jawa Kayu Jati
    Setelah tiga tahun proses penyucian jiwa melalui “slametan,” ternyata setiap kuburan secara metafisik (niskala) berubah menjadi sebuah rumah Jawa yang indah dan terbuat dari kayu jati dengan pintu yang tidak terkunci. Ukuran rumah Jawa ini tidak sama, ada yang kecil, ada yang besar dan ada yang bertingkat. Namun, bagi sang jiwa, rumah ini masih dirasakan belum nyaman. Mudah diduga ukuran rumah ini terkait dengan karma masing-masing sang jiwa.
    Pangentas Panjurung Sukmo
    Kisah sang jiwa ini masih berlanjut. Ketika dilaksanakan Ritual Pangentas Panjurung Sukmo Atman Manunggal atau Entas-Entas, maka muncul lagi perjalanan sang jiwa umat Hindu Jawa. Setelah Entas-Entas ternyata rumah-rumah Jawa itu kosong karena penghuninya pindah ke sebuah rumah Jawa yang besar. Di sanalah mereka berkumpul dalam sebuah rumah yang nyaman. Mereka menunggu peluang untuk punarbhawa dengan kualitas badan yang bagus.
    Tradisi Nyekar, Bagaimana halnya kalau ada keturunannya yang ‘nyekar” di kuburan? Karena ini adalah tradisi Jawa yang tidak mungkin dilupakan. Tentu sang jiwa wajib hadir di rumah Jawa masing-masing untuk menerima wujud bhakti sang keturunan. Dan usai “nyekar” sang jiwa leluhur akan kembali ke rumah besar. Mengenai rumah Jawa ini, penulis menemukan tradisi “kepung” di Banyumas, yaitu merawat kubur setiap “selapan” (tiga puluh lima hari). Maka, Entas-Entas yang dilakukan dan menjadi tradisi umat Hindu Tengger sejak berabad-abad merupakan sebuah ritual yang sangat penting dan bermanfaat, yang mengantarkan warga masyarakat Hindu Tengger sehat lahir batin, makmur dan sejahtera, dengan tingkat kriminalitas nol persen. Sehingga sangat tepat ketika di Banyuwangi, Blitar dan Cirebon dibangun Candi Agung, sebagai rumah dharma yang fungsinya tidak berbeda dengan Pedharman Sunya. Kecuali Tengger, apakah semua ritual Entas-Entas di Jawa sudah dilakukan dengan tepat? Lalu apakah “slametan” harus diabaikan, karena ada sekelompok orang melakukan Entas-Entas tidak dengan tradisi Jawa dan cenderung mengabaikan “slametan.” Sekecil apapun ritual Hindu harus memberikan dampak positif. Kalau tidak, berarti ritual itu sia-sia.

Komentáře • 10

  • @radenjoko2252
    @radenjoko2252 Před rokem +4

    Terimakasih Pak Dewa Pencerahannya ,Saya Hindu Lahir Di Jawa Dan Berdomisili Di Jawa

  • @Semesta_Luhung
    @Semesta_Luhung Před rokem +7

    Saya anak tunggal, Ibu saya meninggal 2005. Setiap kamis saya rutin merawat pesareannya, hanya nisan kecil sederhana dan tanah gembur sering amblas. Ada rejeki sedikit saya cicil mengganti nisan yg lebih besar tatah marmer. Tanah saya rapikan dg genteng keramik, sudah tidak amblas lagi. Setelah mugar pesareannya saya diberi mimpi, ibu tinggal di sebuah rumah yang teduh dan layak. Setelah itu saya menangis bahagia karena selama hidup impian ibu saya ingin punya rumah layak dan terwujud disana. Sangat cocok apa yang saya dapatkan dengan pencerahan Ida, setelah 3tahun pesarean ibu saya kosong, dan ternyata ibu swargi berkumpul di satu gedung besar, lantai luas dan bersih, terang tapi tidak silau, banyak kerabat yang sedang mengobrol satu sama lain. Sejak itu saya hanya suguh dari rumah. Mohon maaf Ida, pengalaman saya tulis disini. Rahayu..

    • @ketutwaradi420
      @ketutwaradi420 Před rokem

      Turut bahagia... dg apa yg telah dicapai oleh leluhur anda, smg anda bahagia jg di dunia ini, rahayu🙏😇

  • @nanikyumeini8489
    @nanikyumeini8489 Před rokem +2

    Sugeng sonten romo, derek nyimak, maturnw ulsr2nya

  • @gustingurahsuryawan7660
    @gustingurahsuryawan7660 Před rokem +2

    Matur suksme pak Dewa🙏

  • @ketutwaradi420
    @ketutwaradi420 Před rokem +2

    Suksma pencerahannya Ajik, rahayu sagung dumadi 🙏😇

  • @winiwininiwi2235
    @winiwininiwi2235 Před rokem +1

    Terimakasih pencerahannya 🙏

  • @dikawardika
    @dikawardika Před rokem +3

    Agama seharusnya adem dan bijaksana dan menghormati segala ciptaan Tuhan dengan segala tata caranya . ..

  • @nyomansuarcana1835
    @nyomansuarcana1835 Před rokem +2

    Mantap, bijaksana hebat Ajik Dewa 🌷🌷🌷👍👍👍😍😍😍

  • @rossiaditya1616
    @rossiaditya1616 Před rokem

    Suksma jik